Chandra Motik adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara pasangan Basyaruddin Rachman Motik (BR Motik) dengan Zainab. Delapan saudaranya yang lain adalah Daniar Kemala Dewi (Kemala Motik), Kamaruzzaman (Rully Motik, alm), Sri Puspa Dewi (Dewi Motik Pramono), Syahmar Fauzi (Fauzi Motik), Nila Permana Dewi (Nila Motik Abdurrahman), Faisal (Faisal Motik), dan Indarjati Swarna Dewi (Aty Motik Adisuryo). Satu orang lagi yang bernama Kamarullah meninggal ketika berumur empat bulan.
Ayahnya, BR Motik merupakan putra Pangeran Abdurrahman dari Bunga Mas, Sumatera Selatan. Abdurrahman adalah seorang kepala marga atau Pesirah Marga Tujuh Pucukan Suku Bunga Mas yang membawahi 12 dusun. Di kawasan Kikim ini terdapat 8 marga yang membawahi 62 dusun.
BR Motik menambahkan kata “Motik” di belakang namanya ketika masih bersekolah di Normaal School atas kesadaran melawan sistem pendidikan yang diterapkan oleh pemerintahan kolonial. Semangat perjuangan itu dituangkan dalam kalimat “Majukan Olehmu Tanah Indonesia dan Kita” yang disingkat menjadi Motik.
Sebagai orang Palembang, sejak kecil BR Motik telah belajar agama dan khatam membaca Alquran sekitar umur sembilan tahun. Syukuran khataman diselenggarakan cukup meriah karena berbarengan dengan pesta pernikahan kakaknya. Pengamalan agamanya mulai meningkat ketika duduk di bangku sekolah Taman Siswa. Oleh karena itu, nilai-nilai agama Islam menjadi dasar dalam mendidik putra-putrinya.
Kelak setelah berumah tangga, BR Motik selalu menekankan istri dan anak-anaknya agar dapat mengikuti salat berjamaah terutama saat melaksanakan salat Magrib, Isya, dan Subuh ketika mereka telah berkumpul di rumah. la berprinsip bahwa menjaga waktu sembahyang merupakan pendidikan yang sangat baik. Pertama, menegakkan disiplin, kedua mematuhi perintah Tuhan, dan ketiga menjaga kehangatan keluarga karena intensitas pertemuan tetap terjaga.
Dalam kesehariannya mungkin di antara mereka ada yang membuat kesalahan, kemudian setelah shalat berjamaah mereka akan menyadari kekhilafannya. Anak- anak BR Motik memahami bahwa ridho Tuhan ada pada kedua orang tuanya. Bagi BR Motik penegakan disiplin tidak hanya sebatas perintah atau omongan semata, tetapi harus dengan contohnya.
Ia terbiasa bangun pukul 3 pagi untuk melaksanakan shalat malam bersama istrinya. Setelah salat Subuh, mereka bisa mengisi dengan kegiatan lain-nya atau membaca buku. Setelah itu, baru mereka ber-kumpul kembali untuk sama-sama makan pagi.
Sedangkan Zainab, sang Ibu merupakan putri Pangeran Danal dari Muara Enim yang sempat mengenyam pendidikan Van Deventer School di Solo. Pada saat itu tidak banyak gadis yang dapat menuntut ilmu hingga ke tanah seberang seperti yang dilakukan oleh Zainab, mengingat kedu- dukannya sebagai anak seorang pesirah. Di antara kawan sekelasnya ketika itu adalah Suhartini, kakak dari Ibu Tien Soeharto.
Kelahiran Chandra Motik
Jakarta di tahun 1954 tentu berbeda dengan saat ini. Saat itu Jakarta masih terbilang lengang. Penduduknya pun hanya berjumlah kurang dari tiga juta. Di tahun itu pula, tepatnya 18 Februari 1954, lahir seorang bayi perempuan yang mungil dan cantik, di tengah keluarga Basyaruddin Rachman Motik yang tinggal di sebuah pemukiman elit, Menteng
Bayi perempuan berkulit cerah ini adalah anak ketujuh dari keluarga tersebut. Bayi mungil yang cantik itu kemudian diberi nama Nirmala Chandra Dewi Motik. Nama panggilan kesayangan adalah Chandra.
Masa kecil Chandra dilalui dengan penuh limpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya. la merasa beruntung ayahnya merupakan pengusaha yang sekaligus sebagai pendidik yang sangat sabar dan berdisiplin tinggi.
Dengan latar belakang tersebut, BR Motik mengirim Chandra ke Sekolah Taman Kanak-kanak Kepodang di Taman Sunda Kelapa, yang kebetulan sekolah itu pun masih baru dibuka dan hanya beberapa puluh meter dari tempat tinggal keluarganya yang terletak di Jalan Banyumas.
Sejak usia balita, Chandra sudah menunjukkan semangat atau energi yang tinggi jika dibandingkan beberapa orang kakaknya. Ia memiliki sifat mudah bergaul dan tidak pernah memilih-milih teman. Semua teman sepermainannya diperlakukan sama saja, tidak ada perbedaan. Meski demikian dibandingkan dengan teman perempuan, Chandra lebih suka bermain dengan teman-teman lelakinya.
Gadis cilik berkulit kuning langsat ini lebih senang memakai celana pendek daripada rok seperti anak perempuan pada umumnya. Dengan pakaian seperti itu, Chandra merasa lebih bebas bergerak, sesuai dengan sifatnya yang lincah dan energik.
Salah satu alasan mengapa ia lebih suka bermain dengan anak laki-laki ialah karena mereka itu aktif, lebih fair, lebih bersemangat, dan lebih tinggi mobilitasnya daripada anak perempuan.
Chandra pun mengaku sering dan bahkan dalam kadar tertentu senang berkelahi dengan teman-teman lelakinya, baik melawan sesama perempuan atau bahkan dengan teman lelakinya. Oleh karena itu, persoalan menangis atau berteriak-teriak sudah bukan hal asing bagi gadis cilik yang kelak di usia dewasanya justru menunjukkan sifat keibuan yang sangat kental.
Chandra Motik masih ingat bagaimana di masa kanak- kanaknya ia mempunyai sifat usil, keingintahuan sangat besar dan sering mencoba sesuatu yang ingin ia ketahui.
Ketika berumur empat tahun, ia ditinggal oleh ayah bundanya pergi ke luar negeri selama beberapa bulan. Pengawasan Chandra dipercayakan kepada salah seorang bibinya, yaitu adik dari ibunya. Kegemarannya pada waktu itu adalah bermain-main di bawah pohon tanjung yang ditanam berderet di sepanjang Jalan Bayumas.
Selain daunnya lebat dan rindang, bunga tanjung juga harum baunya, menyebar hingga ke mana-mana. Anak-anak suka menjumputi bunga yang sudah jatuh ke tanah dan ditusuk dengan ijuk sampai panjang.
Waktu berbuah, anak-anak suka mengumpulkan buah yang jatuh untuk diambil bijinya. Biji yang berwarna kuning, keras, dan gepeng itu biasanya dipakai untuk buah bola bekel, atau permainan yang menurut orang Betawi disebutnya ‘sebar kutik, yaitu biji-bijinya disebar lalu digaris pada di antaranya kemudian dicentil hingga mengenai sasaran.
Ternyata bagi Chandra kecil, permainan itu belumlah seseru yang diinginkannya, la lantas bereksperimen, yaitu biji tanjung itu dimasukkan ke dalam lubang hidung, maka diselipkanlah sebiji buah tanjung ke dalam hidung nya.
Celakanya, ia gagal menarik kembali biji itu, dan ia takut memberitahukan pada bibinya. Oleh karena itu, buah itu tetap terselip aman di dalam hidung selama empat bulan. Anehnya, pernafasannya tidak terganggu sama sekali.
Kemudian ketika tiba di tanah air, ibunya mengendus bau aneh dari hidung putrinya. Dengan hati- hati diperiksanya hidung Chandra kecil. Alangkah terkejutnya sang ibu. Ia mendapati biji tanjung yang berada di hidung anaknya sudah berkecambah!
Biji buah tanjung itu tampaknya tumbuh dalam hidung Chandra. Dengan susah payah ibunya mengeluarkan kecambah yang tumbuhnya salah tempat itu.
Pada usia yang masih kanak-kanak itu Chandra sering membuat geger keluarganya.
Pada suatu hari ayah dan ibunya kebingungan karena hingga lepas maghrib Chandra tidak tampak. Mereka menjadi panik dan menelepon ke sejumlah kerabat, barangkali ia ada di sana. Ternyata semuanya mengatakan tidak ada. Tingkat kepanikan kedua orang tuanya semakin tinggi dan hampir saja mereka menelepon polisi karena kehilangan anak.
Tidak diduga-duga, tetangganya mendengar ribu-ribut keluarga Motik dan bertanya ada apa. Setelah mengetahui masalahnya, tetangga itu tertawa terpingkal-pingkal Putri BR Motik sejak siang bermain-main di rumahnya hingga tertidur di sana. Tetangga itu mengira bahwa BR Motik sudah mengetahui keberadaan putrinya itu sehingga merasa tidak perlu mencemaskannya.