Jakarta, Mediatrans.id – Di tengah sorotan terhadap biaya logistik nasional yang masih tinggi, kehadiran perusahaan keagenan kapal sejatinya memegang peran strategis yang belum banyak disorot.
Keagenan kapal bukan sekadar jasa administratif pelabuhan, tetapi simpul penting dalam mata rantai transportasi laut yang efisien dan tertib.
Disebut mata rantai karena keagenan kapal tidak berdiri sendiri. Ia merupakan salah satu dari 11 turunan usaha angkutan perairan yang diakui dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 dan diperkuat oleh PP No. 20 Tahun 2010 serta berbagai regulasi turunan lainnya.
Dalam sistem pelayaran nasional, keagenan kapal bertanggung jawab mengurus segala kepentingan kapal—baik milik asing maupun nasional—selama berada di pelabuhan Indonesia.
Tugas agen kapal tak main-main. Mulai dari mengurus surat izin masuk kapal, mengatur keperluan sandar dan bongkar muat, hingga memastikan dokumen dan kondisi kapal memenuhi standar keselamatan, kesehatan, dan keimigrasian.
Bahkan dalam praktiknya, agen juga menjadi komunikator utama antara nakhoda, operator pelabuhan, syahbandar, dan pemilik muatan.
Namun, dinamika regulasi menjadi tantangan tersendiri. Dulu, pemilik SIUPAL (Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut) bebas menjalankan fungsi keagenan, meski tak lagi mengoperasikan kapal. Kini, lewat PM 25 Tahun 2019, SIUPAL dibatasi hanya boleh menjadi agen bagi kapal yang mereka operasikan sendiri. Praktik tumpang tindih mulai ditertibkan.
Saat ini orang atau perusahaan yang ingin menjalankan keagenan kapal harus memiliki SIUPKK yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan.
Dalam kerangka digitalisasi, agen kapal dituntut mampu menguasai sistem seperti Inaportnet, Simponi, hingga OSS. Kecepatan dan ketepatan dalam menyampaikan informasi jadwal kapal, clearance dokumen, hingga pelaporan kegiatan menjadi kunci layanan prima.
Tak jarang, agen kapal juga menanggung risiko: jika terjadi insiden di kapal atau pelabuhan, agenlah yang pertama harus menjawab.
Pertanyaannya: dari mana mereka mendapat keuntungan? Jawabannya tak tunggal. Ada agency fee, handling fee, operation cost, hingga komisi dari layanan tambahan. Tapi tetap, semua itu bertumpu pada satu hal: kepercayaan dari prinsipal (pemilik kapal atau charterer).
Di sinilah urgensi penguatan kelembagaan dan profesionalisme agen kapal. Mereka bukan pelengkap, melainkan bagian vital dari ekosistem transportasi laut.
Dari sisi logistik secara umum, agen kapal memiliki peran penting. Mereka adalah garda terdepan dalam mengurus dan melayani keperluan kapal dari A sampai Z. Dengan cara kerja yang sistematis, bukan satu hal tidak mungkin, keagenanan kapal menjadi salah satu kunci bagi efisiensi arus barang negeri ini.*(Karnali Faisal/berbagai sumber)