Pembangunan pelabuhan internasional di Jepara bukan sekadar ambisi, tapi langkah strategis mempercepat pertumbuhan ekonomi, ekspor, dan industri. Simak analisis Redaksi tentang tantangan, dan pembagian peran antarpemangku kepentingan
Semarang, Mediatrans.Id – Selama ini Jepara dikenal sebagai kota ukir yang menempatkan Indonesia di peta industri mebel dunia. Namun di balik gemilangnya ukiran kayu, Jepara menyimpan potensi lebih besar yang belum sepenuhnya digarap: posisinya sebagai daerah pesisir dengan akses langsung ke Laut Jawa.
Maka, rencana Pemerintah Kabupaten Jepara untuk membangun pelabuhan berskala internasional patut diapresiasi sebagai terobosan strategis dan progresif.
Pada Maret lalu, Bupati Jepara Witiarso Utomo menggelar audiensi dengan PT Pelindo, membuka jalan menuju realisasi pelabuhan internasional di wilayah pesisir Desa Balong, Kecamatan Kembang.
Proyek ini tidak main-main: investasi senilai Rp 71 triliun dan lahan 900 hektar yang akan menjadi kawasan terintegrasi antara pelabuhan dan industri. Jika terwujud, ini akan menjadi lompatan besar bukan hanya bagi Jepara, tetapi juga bagi Jawa Tengah dan Indonesia.
Kenapa Jepara Butuh Pelabuhan Internasional?
1. Menopang Ekspor Mebel dan Kerajinan
Jepara adalah salah satu sentra ekspor mebel terbesar di Indonesia. Selama ini, pelaku industri mengandalkan Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, sekitar 70–80 km dari Jepara. Dengan pelabuhan sendiri, Jepara bisa memangkas biaya logistik, mempercepat waktu pengiriman, dan memperkuat posisi tawar di pasar global.
2. Menghidupkan Kawasan Industri Baru
Pelabuhan tidak berdiri sendiri. Rencana kawasan industri terintegrasi mencerminkan visi jangka panjang: menjadikan Jepara pusat pertumbuhan baru, menarik investasi, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan nilai tambah ekonomi lokal.
3. Dorong Sektor Maritim dan Pariwisata Karimunjawa
Sebagai pintu gerbang ke Karimunjawa, Jepara punya peluang menjaring kapal wisata dan penumpang asing. Pelabuhan internasional bisa menjadi simpul transportasi laut dan wisata bahari yang terintegrasi.
Jepara vs Tanjung Emas Semarang
Kelebihan Pelabuhan Jepara:
• Dekat dengan sumber produksi: Industri mebel dan kerajinan terpusat di Jepara dan sekitarnya.
• Efisiensi biaya dan waktu pengiriman karena tidak perlu lagi mengirim barang ke Semarang.
• Peluang pengembangan kawasan industri baru yang lebih modern dan tertata sejak awal.
• Potensi sebagai pelabuhan khusus sektor tertentu, misalnya mebel, logistik maritim, atau wisata bahari.
Tantangan dan Kekurangan:
• Tanjung Emas sudah mapan dengan fasilitas lengkap dan jaringan internasional yang luas.
• Skala ekonomi belum tentu mencukupi untuk menyaingi pelabuhan besar yang sudah ada.
• Risiko overkapasitas regional, jika tidak ada diferensiasi fungsi atau keunggulan komparatif.
• Investasi besar dengan waktu balik modal panjang, perlu perhitungan matang agar tidak menjadi beban fiskal atau proyek mangkrak.
Siapa Bertanggung Jawab Apa?
Penting dipahami bahwa investor pelabuhan seperti PT Pelindo umumnya hanya membangun infrastruktur dan suprastruktur pelabuhan, seperti dermaga, terminal peti kemas, dan sistem bongkar muat. Namun, keberhasilan pelabuhan tidak ditentukan oleh fisiknya saja.
Tanggung jawab aksesibilitas—jalan penghubung, jaringan logistik, air bersih, listrik, hingga mitigasi dampak lingkungan—sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah dan pusat. Ini membutuhkan koordinasi lintas sektor, regulasi yang berpihak pada kelestarian lingkungan, serta keterlibatan masyarakat agar pembangunan tidak menimbulkan konflik sosial.
Sinergi Bukan Kompetisi
Pembangunan pelabuhan internasional di Jepara tak harus dipandang sebagai ancaman bagi Tanjung Emas, tetapi sebagai pelengkap dalam sistem logistik regional Jawa Tengah. Selama ada pembagian peran yang jelas—misalnya Jepara untuk sektor tertentu, Semarang sebagai hub kontainer utama—keduanya bisa tumbuh bersama.
Kini, saatnya semua pihak bersinergi agar visi besar ini tidak berhenti di atas kertas. Jepara sudah waktunya menatap laut lebih jauh, membangun pelabuhan sebagai gerbang masa depan ekonomi yang lebih mandiri, modern, dan inklusif.* (MT-02)