Jakarta, Mediatrans.Id – Laporan terbaru World Economic Forum bertajuk The Future of Jobs Report 2025, dunia kerja sedang mengalami revolusi senyap, tapi berdampak keras. Pekerjaan-pekerjaan lama mulai pelan-pelan pamit, dan yang datang menggantikan adalah profesi-profesi dengan embel-embel “teknologi”, “data”, dan “otomatisasi”.
Kabar baiknya: manusia tetap dibutuhkan. Kabar kurang baiknya: hanya mereka yang mau upgrade otak yang bisa ikut naik kapal ini.
Siapa juara di liga kerja masa depan? Jawabannya: Spesialis Big Data. Dengan proyeksi lonjakan 113%, profesi ini sedang naik daun—karena di era ini, data adalah minyak baru, dan para spesialisnya adalah penambang emas digital. Menyusul di belakangnya ada Insinyur Fintech yang akan kebanjiran peluang, naik 94%, dan Spesialis AI & Machine Learning yang tumbuh 82%.
Masih belum sempat belajar coding? Tenang, Pengembang Aplikasi dan Perangkat Lunak masih jadi incaran dengan kenaikan 57%. Dunia digital butuh banyak tangan—atau jari yang lincah mengetik logika. Di tengah gempuran kejahatan siber, Spesialis Keamanan Siber juga jadi garda depan digital, diburu perusahaan dengan proyeksi pertumbuhan 52,5%.
Dan jangan lupakan logistik: zaman belanja online membuat Pengemudi Layanan Pengiriman serta Insinyur Kendaraan Otonom & Listrik kebanjiran permintaan, masing-masing tumbuh sekitar 40-an persen. Bahkan profesi yang mengatur tampilan layar—Desainer UI/UX—diprediksi akan makin seksi, tumbuh 45%. Karena, ya… tampilan aplikasi itu penting, setidaknya supaya kamu betah scroll sambil rebahan.
Logistik dalam arti luas tentunya tak hanya sekadar pengiriman. Pekerjaan di bidang infrastruktur logistik seperti pelabuhan, gudang, angkutan juga akan semakin memegang peranan penting dengan sentuhan digital.
Di era yang semakin terkoneksi, spesialis Internet of Things (IoT) juga naik daun. Bayangkan kamu jadi orang yang bikin kulkas bisa ngobrol sama HP—unik, kan?
Lalu, kesimpulannya? Dunia kerja masa depan itu cepat, digital, dan penuh data. Tapi jangan takut—bukan robot yang menggantikanmu, tapi manusia lain yang lebih cepat belajar teknologi. Maka mulai sekarang, tak ada alasan untuk tidak bersahabat dengan digital skill. Sebab, di tahun 2025, yang malas belajar bisa benar-benar tergeser—bukan karena tidak pintar, tapi karena tidak siap.* (MT03/RI/Berbagai sumber)