Jakarta, Mediatrans.id – Di balik sibuknya aktivitas pelabuhan yang tak pernah berhenti, terdapat denyut pekerjaan yang memiliki peran strategis: stevedoring.
Kegiatan ini bisa disebut sebagai adalah jantung dari proses logistik laut, menjadi penghubung antara kapal, pelabuhan, hingga ke gudang akhir pelanggan.
Di sejumlah pelabuhan, stevedoring dikerjakan perusahaan-perusahaan bongkar muat (stevedoring company). Kegiatan dilakukan tanpa henti selama 24 jam sehari, tujuh hari seminggu.
Stevedoring, secara teknis, adalah proses memuat dan membongkar barang dari dan ke kapal. Namun pekerjaannya tidak berhenti di situ.
Ada dua tahap lanjutan yang menyertainya: cargodoring, yakni pemindahan barang dari sisi dermaga ke tempat penumpukan, serta receiving delivery, proses pengiriman barang ke gudang pelanggan atau sebaliknya.
Tiga tahap inilah yang menjadi tanggung jawab utama perusahaan bongkar muat di pelabuhan.
Secara umum, satu siklus logistik laut bisa diringkas dalam tujuh tahap: mulai dari pengiriman barang dari gudang pelanggan ke pelabuhan, penumpukan sementara, pemuatan ke kapal, pelayaran, pembongkaran di pelabuhan tujuan, hingga barang sampai kembali ke tempat penyimpanan akhir.
Dalam rantai ini, perusahaan stevedoring memegang peran vital di hampir separuh proses.
Namun, kegiatan bongkar muat tidak bisa dilakukan sembarangan. Setiap kali kapal hendak merapat, ada satu tahap penting bernama pre-arrival meeting.
Pada tahap ini perusahaan bongkar muat duduk bersama seluruh pihak—agen kapal, port captain, customer, membahas durasi sandar, urutan bongkar muat, hingga jumlah tenaga kerja bongkar muat yang dibutuhkan.
Dalam satu kegiatan, alat-alat bongkar muat yang dikerahkan bisa bermacam-macam, mulai dari Container Crane, RTGC, Headtruck atau alat berat lainnya seperti crane kapal hingga Harbour Mobile Crane. Selain itu, alat bantu seperti sling dan spreader juga wajib tersedia, tergantung jenis dan ukuran barang.
Di pelabuhan, tidak semua barang yang dibongkar berbentuk peti kemas. Ada pula dalam bentuk general cargo atau break bulk—barang dengan bentuk tidak seragam, dari panjang 18 meter sampai bobot 100 ton.
Keselamatan menjadi aspek yang tak bisa ditawar. Setiap alat harus tersertifikasi dan diperiksa oleh lembaga independen setidaknya setahun sekali. Semua pekerja yang melakukan kegiatan bongkar muat wajib mengenakan APD lengkap. Dari helm, rompi, hingga sepatu pelindung, semua menjadi bagian dari komitmen terhadap keselamatan kerja (QHSE).
Seiring dengan tuntutan digitalisasi, perusahaan-perusahaan bongkar muat juga terus melakukan inovasi. Misalnya saja pemanfaatan teknologi informasi dan dashboard monitoring agar para pengguna jasa bisa memantau kegiatan bongkar muat secara real time* (Karnali Faisal)