Kemacetan truk menuju Pelabuhan Tanjung Priok bukan sekadar cerita lama yang berulang—ia seolah menjadi pertaruhan masa depan logistik nasional.
April lalu, antrean ribuan truk mengular hingga ke jalan-jalan arteri. Kerugian waktu, biaya, dan produktivitas pun tak terelakan. Tapi, dari titik kritis inilah sebuah momentum lahir.
Kamis, 22 Mei 2025, menjadi hari penting. Kantor KSOP Utama Tanjung Priok bersama operator pelabuhan dan instansi terkait menyepakati lima strategi besar dalam _Surat Kesepakatan Bersama Pengendalian Kinerja Pelayanan Jasa Kepelabuhanan._
Bukan sekadar teken administratif. Ini pernyataan tegas terhadap potensi kemacetan yang mengancam simpul utama logistik negeri—pelabuhan yang menangani 70% arus barang Indonesia.
Kepala KSOP Pelabuhan Tanjung Priok, Capt. Heru Susanto, menegaskan kesepakatan tersebut untuk memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan pelabuhan agar dapat merespons dengan cepat terhadap isu-isu operasional, khususnya yang berpotensi menyebabkan stagnasi arus kendaraan dan barang.
Tak hanya administratif, strategi ini juga bersifat antisipatif. Dari pengendalian yard occupancy ratio hingga percepatan receiving/delivery, semua diarahkan untuk mengurai simpul kemacetan yang kerap terjadi usai momen puncak seperti Lebaran.
Lebih dari itu, sinergi lintas lembaga dan integrasi data menjadi kunci era baru: pelabuhan cerdas dan responsif.
Komitmen agar kelancaran arus barang bisa terus dijaga berlanjut dengan langkah Pelindo mengusung visi yang lebih jauh: menyatukan jaringan logistik dari hulu ke hilir.
Dalam sebuah diskusi dengan salah satu media terkemuka baru-baru ini, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PT Pelindo Solusi Logistik, Retno Soelistianti, menyoroti perlunya integrasi jalan tol Jabodetabek, termasuk evaluasi tarif Tol Cibitung–Cilincing (JTCC).
Jika langkah ini bisa dilakukan dalam waktu cepat, keengganan para pengemudi truk masuk tol karena tarif yang mahal bisa dieliminasi. Itu artinya turut menyumbang kelancaran arus barang dari pelabuhan ke kawasan-kawasan hinterland.
Di luar itu, Pelindo juga melakukan penataan infrastruktur dengan membangun New Priok Eastern Access (NPEA).
Jika rampung 2027, jalan baru ini akan jadi jalur yang menghubungkan kawasan industri ke jantung pelabuhan tanpa hambatan berarti. Ini bukan sekadar proyek infrastruktur, tapi fondasi sistem logistik nasional yang lebih adil dan efisien.
Tanjung Priok memang harus bergegas. Macet horor seperti yang terjadi pasca Lebaran lalu tak boleh terulang lagi.
Kita apresiasi langkah yang digagas KSOP beserta belasan operator terminal baru-baru ini. Pun, langkah Pelindo menyatukan jaringan logistik dari pelabuhan hingga kawasan hinterland. Ini tentu bukan cuma soal strategi dan pembangunan fisik, tetapi komitmen bersama untuk keluar dari logika kerja sektoral.
Saatnya Tanjung Priok tak hanya menjadi gerbang laut terbesar Indonesia, tetapi juga wajah baru logistik nasional—tangguh, terintegrasi, dan berkelas dunia.*** (Karnali Faisal)