Jakarta, Mediatrans.id – Pernahkah kita berpikir, bagaimana segelas kopi panas yang kita nikmati pagi ini bisa sampai ke meja kita? Atau dari mana asal pakaian yang kita kenakan, handphone yang kita genggam, hingga laptop yang kita pakai bekerja? Jawabannya satu: logistik.
Logistik adalah urat nadi kehidupan modern. Ia menghubungkan produsen dengan konsumen, dari titik asal ke tujuan akhir, dari gudang hingga depan pintu rumah kita. Logistik Indonesia bukan sekadar urusan gudang dan truk pengangkut barang, melainkan jantung dari sistem ekonomi nasional.
Namun, pertanyaan pentingnya: sudahkah Indonesia siap memaksimalkan potensi besar di sektor ini?
Pandemi Ubah Peta, Teknologi Ubah Wajah Logistik
Pandemi COVID-19 adalah momentum perubahan. Jika sebelumnya distribusi berhenti di toko, kini pengiriman menyentuh langsung rumah pelanggan. Konsep last mile delivery tak lagi berakhir di etalase, tapi di halaman rumah, didorong oleh lonjakan e-commerce.
Inilah tantangan sekaligus peluang. Logistik tak hanya bicara barang, tapi juga aliran informasi dan uang. Maka teknologi menjadi pemain utama. Sistem informasi canggih, big data analytics, blockchain, dan IoT (Internet of Things) menjadi tulang punggung manajemen rantai pasok.
Tanpa sistem informasi yang akurat, pengiriman pun akan amburadul.
“Siapa yang mampu mengelola informasi dengan baik, dia yang menang di sektor logistik,” begitu ujar Prof. Nyoman Pujawan, tokoh akademisi logistik terkemuka sekaligus Rektor Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI).
Logistik dan Ekonomi: Dua Sisi Mata Uang
Satu hal yang sering luput dari perhatian publik: logistik tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Saat Produk Domestik Bruto (PDB) naik, permintaan terhadap layanan logistik ikut meningkat.
Tak heran jika biaya logistik menyumbang sekitar 12–14% dari PDB Indonesia. Angka itu mencerminkan nilai ekonomi yang luar biasa besar. Maka tak mengherankan jika logistik Indonesia menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja besar-besaran.
Mulai dari sopir, teknisi, staf gudang, pakar supply chain, analis data logistik, hingga insinyur teknologi otomasi—semua terlibat dalam sistem yang kompleks namun krusial ini. Bahkan kini muncul bidang baru seperti reverse logistics, yang membutuhkan tenaga kerja terlatih.
Membangun SDM Logistik Masa Depan
Sayangnya, Indonesia belum sepenuhnya siap dari sisi SDM. Banyak pekerja logistik berasal dari latar belakang pendidikan yang tidak spesifik. Karena itu keberadaan ULBI (Universitas Logistik dan Bisnis Internasional) menjadi salah satu jawaban memenuhi kebutuhan SDM Logistik.
Sejauh ini ULBI merupakan sedikit kampus di Indonesia yang berfokus penuh pada pendidikan logistik, teknologi, dan bisnis. Kampus ini berafiliasi dengan PT Pos Indonesia, BUMN yang kini ditunjuk menjadi leader klaster logistik nasional oleh Kementerian BUMN.
“Kami punya visi besar membangun SDM logistik masa depan Indonesia yang unggul dan siap kerja,” ungkap Prof. Nyoman.
Dengan kurikulum komprehensif yang mencakup supply chain management, teknologi informasi logistik, customer relations, manajemen transportasi, hingga big data dan blockchain, mahasiswa ULBI dibentuk untuk menjadi talenta yang tidak hanya cakap teori, tapi juga unggul dalam praktik.
Rasa Global
ULBI kini melangkah ke fase baru: internasionalisasi. Melalui kerja sama dengan universitas top dunia seperti Stanford University dan universitas di Thailand dan Malaysia, ULBI membuka peluang bagi mahasiswa untuk merasakan pembelajaran lintas negara.
“Kami ingin mahasiswa punya pengalaman global. Belajar dari dosen tamu internasional, praktisi kelas dunia, bahkan bisa ikut program exchange,” ujar Prof. Nyoman.
Bukan hanya itu, ke depan ULBI akan memperkuat laboratorium teknologi logistik, termasuk pengenalan robot warehouse, sensor keamanan kendaraan logistik, hingga autonomous truck sebagai bagian dari ekosistem pembelajaran.
Logistik, Teknologi, dan Masa Depan Bangsa
Logistik bukan urusan orang gudang. Ini soal kedaulatan ekonomi, efisiensi bisnis, dan kesejahteraan masyarakat. Negara dengan sistem logistik yang unggul akan melaju lebih cepat. Sebaliknya, negara dengan sistem logistik lamban akan tertinggal dalam kompetisi global.
Karena itu, membangun pendidikan logistik berkualitas seperti yang dilakukan ULBI bukan semata tanggung jawab kampus. Ini bagian dari strategi nasional membangun daya saing bangsa di era digital dan global.
Logistik itu nyata. Ia ada dalam hidup kita setiap hari. Maka sudah saatnya Indonesia menyadari bahwa membangun logistik adalah membangun masa depan.*(MT-01/PC)