Jakarta, Mediatrans.Id – Dua serikat pekerja BUMN strategis, Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia Bersatu (SPPI Bersatu) dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), menggelar pertemuan pada Kamis (8/5) untuk membahas isu-isu krusial yang berpotensi mengubah lanskap ketenagakerjaan BUMN secara fundamental.
Fokus utama pertemuan ini adalah pembentukan superholding Danantara dan rencana pensiun di usia 58 tahun—dua isu yang belakangan ini banyak disinggung
kalangan pekerja BUMN.
Pertemuan yang berlangsung hangat dan penuh urgensi ini menjadi langkah awal membangun kerangka kerja kolaboratif lintas sektor antara pelabuhan dan energi.
“Pertemuan ini menjadi sinyal kuat bahwa serikat pekerja BUMN semakin solid dalam menyikapi isu-isu besar terkait kesejahteraan dan kedaulatan sektor strategis,” tegas Dodi Nurdiana, Ketua Umum SPPI Bersatu.
Dalam pertemuan yang dihadiri jajaran pimpinan kedua organisasi, termasuk Presiden FSPPB Arie Gumilar dan Sekretaris Jenderal SPPI Bersatu Kamal Akhyar, dibahas mendalam soal potensi dampak Danantara—lembaga superholding investasi negara yang mencakup BUMN strategis seperti Pelindo dan Pertamina.
Kedua serikat pekerja masih mengkhawatirkan penggabungan BUMN ke dalam entitas bisnis berorientasi korporasi murni dapat menggeser fungsi pelayanan publik, bahkan berisiko dijadikan instrumen untuk pelunasan utang negara.
“Kami mengharapkan transparansi dan jaminan bahwa pekerja tetap dilibatkan dalam transformasi besar seperti Danantara,” ujar Arie Gumilar, menyoroti urgensi keterlibatan serikat pekerja dalam pembentukan kebijakan besar negara.
Tak kalah penting, topik pensiun di usia 58 tahun juga menjadi bahasan kritis. Serikat pekerja menilai bahwa percepatan usia pensiun bisa menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan karir dan kesejahteraan pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi.
Meski pemerintah tengah menerapkan skema pensiun bertahap menuju usia 65, implementasi prematur tanpa diskusi terbuka dikhawatirkan menimbulkan ketidakadilan baru di sektor BUMN.
SPPI Bersatu—yang mewakili pekerja pelabuhan Pelindo I-IV dari Sabang hingga Merauke—dan FSPPB—yang menjadi motor gerakan pekerja energi nasional—sepakat membangun forum komunikasi bersama antar serikat pekerja BUMN untuk memperkuat posisi tawar dalam kebijakan strategis nasional.
“Kami ingin membangun kekuatan kolektif yang bisa menyuarakan kepentingan pekerja BUMN secara terpadu,” jelas Kamal Akhyar.
Kolaborasi ini berpotensi menjadi role model sinergi serikat pekerja BUMN lintas sektor yang mampu menghadapi tantangan globalisasi, efisiensi korporasi, dan kebijakan top-down dari pemerintah. Jika berhasil, aliansi ini dapat menjadi kekuatan penyeimbang yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kedaulatan ekonomi negara dan kesejahteraan pekerja Indonesia.*(MT-01/R)