Jakarta, Mediatrans.id – Pendangkalan alur pelabuhan bukan sekadar masalah teknis, melainkan persoalan strategis yang berdampak langsung terhadap kelancaran logistik nasional.
Ketika alur pelayaran dangkal, maka efisiensi transportasi laut terganggu, biaya logistik melonjak, dan daya saing pelabuhan Indonesia pun terancam.
PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo, sebagai operator pelabuhan, telah menunjukkan kesiapannya menangani pendangkalan. Namun, semangat ini tak bisa berdiri sendiri.
Tanpa kejelasan kewenangan dari pemerintah dan dukungan pembiayaan yang berkelanjutan, pengerukan hanya akan menjadi solusi sementara.
Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah pemberian konsesi pengelolaan alur kepada Pelindo serta penerapan skema pembiayaan seperti channel fee agar mampu bertindak cepat dan efisien.
Pemerintah mesti menyadari bahwa pelabuhan adalah denyut nadi perekonomian maritim. Pendangkalan di Pelabuhan Belawan, Bengkulu, Kumai, Sampit, Pontianak, Banjarmasin, dan Samarinda bukan hanya persoalan lokal, melainkan ancaman terhadap jaringan distribusi nasional.
Maka, dibutuhkan sinergi lintas sektor—antara regulator, operator, asosiasi pengguna jasa, dan pelaku logistik—untuk membentuk sistem penanganan pendangkalan yang berbasis pembagian peran dan pendanaan yang jelas.
Sudah waktunya Indonesia memiliki mekanisme permanen dalam pengelolaan alur pelayaran, bukan bersifat ad hoc atau menunggu kedaruratan operasional. Penguatan regulasi, percepatan pemberian konsesi, serta dukungan penerapan channel fee secara merata adalah langkah awal menuju sistem pelabuhan yang tahan banting, aman, dan efisien.* (MT-01)