Jakarta, Mediatrans.id – Perjalanan Pertamina Internasional Shipping mengibarkan bendera merah putih di jalur pelayaran internasional tidak hanya mengangkut energi, tapi juga harapan Indonesia di jalur logistik dunia.
Banyak catatan menarik. Salah satunya ketika kapal tanker milik PIS dalam misi distribusi bahan bakar ke Yaman, sempat dipepet oleh perompak bersenjata.
Pengalaman itu hanyalah satu dari banyak tantangan yang dihadapi PIS—anak perusahaan Pertamina yang mengelola transportasi energi dari dan ke seluruh penjuru Indonesia, serta ke belasan negara lain.
Dunia maritim bukan sekadar kisah kapal dan laut. Ia juga berkisah tentang risiko geopolitik, krisis energi, transformasi teknologi, hingga kedaulatan negara.
Di Tengah Geopolitik yang Bergejolak
Perairan Laut Merah—jalur strategis penghubung Eropa dan Asia—sering berubah menjadi zona rawan akibat konflik Timur Tengah. Akibatnya, lebih dari 60% kapal dagang, termasuk milik PIS, mengubah rute menghindari zona bahaya.
Kalau biasanya kapal dari Eropa ke Asia lewat Terusan Suez, kini mereka memutar lewat Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Biaya melonjak, waktu tempuh bertambah 10 hari.
Sebagai bentuk mitigasi, PIS memperkuat jaringan komunikasi dengan Kedutaan Besar RI, otoritas militer, serta pengawasan operasional 24/7 terhadap seluruh armadanya. Hingga kini, PIS mengoperasikan lebih dari 300 kapal, termasuk 98 kapal tanker, menjadikannya armada tanker terbesar di Asia Tenggara.
Go Global, Go Green
Transformasi PIS tidak hanya soal ekspansi. Sejak 2022, perusahaan ini mengusung strategi ganda: memperkuat bisnis inti di Indonesia dan berekspansi global. Hasilnya konkret—rute pelayaran internasional naik dari 11 rute menjadi 50 rute dalam dua tahun, pendapatan internasional melonjak tiga kali lipat.
Namun, PIS juga menatap masa depan energi yang lebih bersih. Diketahui industri pelayaran menyumbang sekitar 3% emisi karbon dunia.
Tak hanya itu, PIS juga menjalankan program restorasi mangrove, konservasi laut, hingga kemitraan edukatif di pesisir.
Pertimbangan sederhana, kapal bukan hanya mesin ekonomi, tapi juga alat diplomasi dan keberlanjutan.
Kedaulatan yang Mengapung
Deputi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, mengingatkan bahwa kapal berbendera Indonesia adalah representasi kedaulatan di tengah laut.
“Ketika kapal kita lewat Laut Merah, itu bukan sekadar logistik. Itu simbol negara. Dan kita harus lindungi,” katanya.
Pemerintah, kata Jodi, juga mendorong eksplorasi laut dalam melalui kerja sama riset internasional, termasuk dengan OceanX—kapal riset bawah laut yang akan beroperasi di perairan Sabang mulai Mei ini. Baru sekitar 25% laut Indonesia yang diketahui potensinya.* [MT-01]