Jakarta, Mediatrans.id – Di tengah derasnya tantangan kemaritiman nasional, mencuat nama yang mengalir membawa semangat laut: Capt. Anthon Sihombing.
Karirnya lengkap. Telah menempuh ribuan mil laut sebagai pelaut tangguh Indonesia, juga pernah menjalani peran sebagai anggota parlemen di Senayan yang menyuarakan kepentingan masyarakat maritim.
Sebagai alumni Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) angkatan 15, Anthon telah menaklukkan samudra bersama kapal-kapal asing ternama sejak 1971. Kariernya dimulai dari Belanda hingga Jerman dan Amerika Serikat, bahkan dipercaya sebagai nakhoda di kapal tanker dan kapal pengangkut muatan berat internasional.
Namun bukan gelar atau posisi yang ia kejar, melainkan tekad menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat dan berdaulat.
“Saya ingin tinggalkan success story bahwa Indonesia bisa menjadi kekuatan maritim dunia. Tapi itu perlu keberanian pemerintah,” tegas Anthon.
Kegelisahan Seorang Pelaut
Saat duduk menjadi anggota DPR RI, Anthon Sihombing dikenal sebagai sosok vokal yang menyuarakan nasib pelaut Indonesia. Ia prihatin karena pelaut Indonesia hanya mengisi sekitar 5% dari total 1 juta pelaut dunia yang bekerja di kapal berbobot di atas 1.000 GT, jauh dibanding Filipina yang menembus 30%. Padahal, Indonesia memiliki lebih banyak lembaga pendidikan pelayaran dibanding Filipina.
“Masalah kita bukan kuantitas lembaga, tapi kualitas dan birokrasi,” ujar Anthon.
Ia menyayangkan regulasi dan sistem penempatan pelaut Indonesia masih terlalu rumit dan belum berpihak pada kemudahan. Bahkan, lebih dari 200 perusahaan manning crew di Indonesia dikendalikan pihak asing, tanpa pengawasan jelas terhadap kesejahteraan dan keselamatan pelaut.
Potensi Devisa Miliaran Dolar
Dengan gaji rata-rata pelaut internasional mencapai USD 3.200 per bulan, Anthon memperkirakan jika jumlah pelaut Indonesia meningkat menjadi 150.000 orang, maka devisa yang masuk ke negara bisa mendekati USD 3 miliar per bulan. Ia menekankan bahwa ini adalah potensi besar yang tidak boleh diabaikan.
Ia juga mendorong agar pemerintah mewajibkan ekspor barang menggunakan kapal berbendera Indonesia dengan sistem CNF atau CIF, sekaligus menyediakan skema pembiayaan untuk pembangunan kapal di galangan dalam negeri.
Dari Laut ke Ruang Rakyat
Di parlemen, Anthon pernah menjadi anggota Komisi IV dan V DPR RI. Isu kelautan, kehutanan, perikanan, hingga transportasi publik menjadi perhatiannya. Ia dikenal rajin turun ke dapil di Sumatera Utara, menyerap aspirasi rakyat, khususnya petani dan nelayan.
Anthon juga memimpin organisasi kemaritiman seperti Ikatan Nakhoda Niaga Indonesia (INNI) dan Indonesian Maritime Ocean Works (IMO). Melalui INNI, ia aktif mendorong peningkatan keselamatan pelayaran, pemberdayaan SDM pelaut, dan efisiensi sistem logistik pelabuhan seperti First In First Out (FIFO) dan optimalisasi Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
Warisan untuk Generasi Maritim
Anthon ingin generasi muda Indonesia tidak takut berlayar. Ia ingin mereka melihat laut sebagai masa depan, bukan ancaman. Dalam pandangannya, tidak perlu membangun kapal latih yang mahal. Cukup dengan menempatkan kadet Indonesia di kapal asing dengan komitmen praktik yang jelas.
“Kalau ingin seperti Korea Selatan di bidang pelayaran, ya harus berani. Jangan jadi feeder saja untuk negara lain,” tegas Anthon.
Dimulai dari Keberanian
Capt. Anthon Sihombing telah menunjukkan bahwa semangat maritim bukan hanya ada di buku sejarah. Ia hidup dan menyala dalam perjalanan hidupnya. Dari dek kapal hingga ruang sidang parlemen, ia tetap memanggul cita-cita besar: menjadikan Indonesia bukan hanya negeri kepulauan, tetapi juga pemimpin maritim dunia.* (Karnali Faisal)