Jakarta, Mediatrans.Id – Pelabuhan Sunda Kelapa, pelabuhan tertua di Jakarta, bukan hanya situs bersejarah, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang kota yang dulu bernama Jayakarta. Sejak abad ke-12, pelabuhan ini menjadi pusat perdagangan rempah antara Kerajaan Sunda Pajajaran dan bangsa asing, dari Arab hingga Eropa. Dari dermaga inilah awal geliat ekonomi dan budaya Jakarta bermula.
Hingga kini, aktivitas pelabuhan masih berjalan. Kapal-kapal kayu tradisional bersanding dengan armada modern, mengangkut barang dan harapan dari dan menuju pulau-pulau sekitarnya. Namun, tak banyak yang tahu bahwa posisi asli Pelabuhan Sunda Kelapa telah bergeser sekitar 500 meter ke utara karena pendangkalan. Upaya pelestarian pun dilakukan, termasuk oleh Gubernur Ali Sadikin yang pada 1974 meresmikan kembali nama “Sunda Kelapa” sebagai bagian dari revitalisasi identitas sejarah Jakarta.
Museum Bahari dan Menara Syahbandar: Jejak VOC dan Gudang Rempah
Tak jauh dari pelabuhan, Museum Bahari menyimpan sisa kejayaan maritim Jakarta. Bekas gudang rempah milik VOC Belanda yang berdiri sejak 1718 ini menyimpan kopi, teh, tembaga, dan pala yang dahulu dikirim ke pasar Eropa. Menara Syahbandar yang dibangun pada 1839 menambah kekayaan cerita maritim, dahulu difungsikan sebagai pengawas lalu lintas kapal dan kantor pabean.
Si Pitung dan Rumah Bugis di Marunda
Berpindah ke Marunda, kisah Si Pitung—pahlawan rakyat Betawi—masih hidup di rumah panggung khas Bugis yang kini menjadi cagar budaya. Konon rumah ini pernah menjadi tempat persembunyian Pitung saat dikejar VOC. Di tempat ini pula, Bang Roy, generasi keempat pelestari kuliner Betawi, menjajakan kerak telor sebagai upaya menjaga warisan budaya lokal.
Masjid Al-Alam Marunda: Warisan Spiritual Pesisir
Tak jauh dari rumah Pitung, Masjid Al-Alam Marunda berdiri anggun dengan arsitektur perpaduan Betawi, Jawa, Tionghoa, dan Eropa. Dibangun pada abad ke-16, masjid ini memiliki sumur tiga rasa—airnya bisa terasa asin, manis, atau tawar, konon mencerminkan kondisi batin peminumnya.
Batik Marunda: Kreativitas dari Rusun Pesisir
Sejak 2015, ibu-ibu Rusun Marunda menggagas Batik Marunda, batik urban bertema pesisir. Motifnya unik, seperti bebek menari dan burung kipasan belang, hasil dari imajinasi yang lahir dari semangat bertahan dan mencipta identitas baru di tanah relokasi.
Warisan yang Harus Dijaga
Pesisir Jakarta bukan sekadar tepian air laut. Ia adalah ruang hidup, panggung sejarah, dan harta budaya. Di sinilah semangat maritim Indonesia bertumbuh, dari rempah dan kapal kayu hingga batik urban dan masjid bersejarah. Menjaga pesisir Jakarta bukan hanya soal konservasi, tapi soal menghormati sejarah, memperkuat identitas, dan menyiapkan warisan untuk masa depan.*(Karnali Faisal)